Jumat, 21 November 2014

Museum Siginjei dan Museum PRJ

 Jambi adalah salah satu propinsi yang kurang populer di Indonesia. Jambi jarang disorot TV nasional dan media massa karena masyarakat jambi sangat damai, jarang terjadi kerusuhan, bencana hebat, atau berita sensasional lainnnya. Apalagi wisata jambi, sangat jarang disorot. Akibatnya jangankan orang diluar jambi, bahkan orang yang tingal di jambi pun tidak banyak yang tau banyak tentang daerah yang tinggalinya. Bagaimana dengan kebudayaan? Tempat wisata? Suku apa saja yang ada di Jambi? Rumah adat dan pakaian adat? Makanan yang khas dari jambi apa ya? Atau Siapa sih Pahlawan dari Jambi?
Untuk menjawab pertanyaan itu, saya dan @mr_brightside14 mengunjungi museum yang ada di Kota Jambi. Ada 2 museum, yaitu Museum SiGinjei dan Museum Perjuangan Rakyat Jambi.
Pertama kami menuju museum negeri Siginjei yang terletak di persimpangan jalan Prof Soedewi Sofwan. Dulunya museum ini bernama Museum Negeri Jambi kemudian diganti Menjadi Siginjai supaya lebih Iconik. Siginjei adalah nama keris kebanggaan masyarakat Jambi yang juga muncul di Lambang Propinsi Jambi. Museum Siginjei berbentuk rumah adat jambi, yaitu Rumah Kajang Lako dengan 2 buah patung menjaga di kiri dan kanan pintu masuk. Didepan museum ada replika patung Adityawarman yang sangat mencolok karena berdiri diatas tengkorak tengkorak manusia.
Didalam museum, kami diperkenalkan dengan profil Propinsi jambi dan Profil ke 9 kabupatennya yang cocok sekali dengan slogannya” Sepucuk jambi Sembilan Lurah”. Setelah itu baru kami melanjutkan melihat ribuan koleksi berharga di Museum ini. Koleksi koleksi ini di urutkan berdasarkan kelompok kelompok, seperti kekayaan alam Floran dan Fauna, Kekayaan Budaya dan Khasanah budaya jambi mulai dari masa malayu kuno sampai menjadi propinsi jambi sekarang.
Dilantai dasar kami melihat aneka satwa yang sudah di awetkan, ada Harimau Sumatra, Macan , Binturong, Beruang Madu, Buaya dan yang paling saya suka adalah Burung Kuau (Phasianus Cholcicus) yang sayapnya mirip merak. Naik tangga sedikit, kami berada di ruangan masa klasik Jambi dengan situs Percandian Muaro Jambi sebagai Primadonanya. Disini dijelaskan Bahwa dulu Jambi memegang peranan cukup penting dalam perdagangan internasional di Abad III-XIII dan sebagai pusat pembelajaran Agama Budha waktu itu.
Khasanah budaya melayu jambi kami temukan dilantai paling atas. Isinya macam macam, mulai dari alat pertanian, alat musik, permainan anak anak, Perhiasan, batik khas jambi, aneka gaya Kuluk, Tenun, pelaminan dan perabotan, sampai baju baju adat dari setiap suku yang ada di Jambi. Suku yang ada di Jambi antara lain ; Suku Melayu Jambi, Suku Batin, Suku Penghulu, Suku Pindah, Suku Kerinci, Suku Melayu Pesisir dan Suku Anak Dalam. Disudut sudut atas ruangan ini terdapat aneka miniatur rumah adat jambi.

Rabu, 19 November 2014

ASAL USUL JAMBI


 
BUDAYA JAMBI
1.    ASAL USUL PEMBERIAN NAMA JAMBI



Ada beberapa versi tentang awal pemberian nama jambi, antara lain:
  1. Nama Jambi muncul sejak daerah yang berada di pinggiran sungai batanghari ini dikendalikan oleh seorang ratu bernama Puteri Selaras Pinang Masak, yaitu semasa keterikatan dengan Kerajaan Majapahit. Waktu itu bahasa keraton dipengaruhi bahasa Jawa, di antaranya kata pinang disebut jambe. Sesuai dengan nama ratunya “Pinang Masak”, maka kerajaan tersebut dikatakan Kerajaan Melayu Jambe. Lambat laun rakyat setempat umumnya menyebut “Jambi”.
  2. Kemungkinan besar saat Tanah Pilih dijadikan tapak pembangunan kerajaan baru, pohon pinang banyak tumbuh di sepanjang aliran sungai Batanghari, sehingga nama itu yang dipilih oleh Orang Kayo Hitam.
  3. Berpedoman pada buku sejarah De Oudste Geschiedenis van de Archipel bahwa Kerajaan Melayu Jambi dari abad 7 s.d. abad 13 merupakan bandar atau pelabuhan dagang yang ramai. Di sini berlabuh kapal-kapal dari berbagai bangsa, seperti: Portugis, India, Mesir, Cina, Arab, dan Eropa lainnya. Berkenaan dengan itu, sebuah legenda yang ditulis oleh Chaniago menceritakan bahwa sebelum Kerajaan Melayu jatuh ke dalam pengaruh Hindu, seorang puteri Melayu bernama Puteri Dewani berlayar bersama suaminya dengan kapal niaga Mesir ke Arab, dan tidak kembali. Pada waktu lain, seorang putri Melayu lain bernama Ratna Wali bersama suaminya berlayar ke Negeri Arab, dan dari sana merantau ke Ruhum Jani dengan kapal niaga Arab. Kedua peristiwa dalam legenda itu menunjukkan adanya hubungan antara orang Arab dan Mesir dengan Melayu. Mereka sudah menjalin hubungan komunikasi dan interaksi secara akrab.
    Kondisi tersebut melahirkan interpretasi bahwa nama Jambi bukan tidak mungkin berasal dari ungkapan-ungkapan orang Arab atau Mesir yang berkali-kali ke pelabuhan Melayu ini. Orang Arab atau Mesir memberikan julukan kepada rakyat Melayu pada masa itu sebagai ”Ja
    mbi”, ditulis dengan aksara Arab: , yang secara harfiah berarti ’sisi’ atau ’samping’, secara kinayah (figuratif) bermakna ’tetangga’ atau ’sahabat akrab’.
  4. Kata Jambi ini sebelum ditemukan oleh Orang Kayo Hitam atau sebelum disebut Tanah Pilih, bernama Kampung Jam, yang berdekatan dengan Kampung Teladan, yang diperkirakan di sekitar daerah Buluran Kenali sekarang. Dari kata Jam inilah akhirnya disebut “Jambi”.
  5. Menurut teks Hikayat Negeri Jambi, kata Jambi berasal dari perintah seorang raja yang bernama Tun Telanai, untuk untuk menggali kanal dari ibukota kerajaan hingga ke laut, dan tugas ini harus diselesaikan dalam tempo satu jam. Kata jam inilah yang kemudian menjadi asal kata Jambi.






LOGO PROVINSI JAMBI:




LOGO KOTA JAMBI:

SUKU YANG MENDIAMI DAERAH JAMBI


Suku Kubu di Jambi

Suku Kubu atau juga dikenal dengan Suku Anak Dalam atau Orang Rimba adalah salah satu suku bangsa minoritas yang hidup di Pulau Sumatra, tepatnya di Provinsi Jambi dan Sumatra Selatan. Mereka mayoritas hidup di propinsi Jambi, dengan perkiraan jumlah populasi sekitar 200.000 orang.
Menurut tradisi lisan suku Anak Dalam merupakan orang Maalau Sesat, yang m lari ke hutan rimba di sekitar Air Hitam, Taman Nasional Bukit Duabelas. Mereka kemudian dinamakan Moyang Segayo. Tradisi lain menyebutkan mereka berasal dari Pagaruyung, yang mengungsi ke Jambi. Ini diperkuat kenyataan adat suku Anak Dalam punya kesamaan bahasa dan adat dengan suku Minangkabau, seperti sistem matrilineal.
Secara garis besar di Jambi mereka hidup di 3 wilayah ekologis yang berbeda, yaitu Orang Kubu yang di utara Provinsi Jambi (sekitaran Taman Nasional Bukit 30), Taman Nasional Bukit 12, dan wilayah selatan Provinsi Jambi (sepanjang jalan lintas Sumatra). Mereka hidup secara nomaden dan mendasarkan hidupnya pada berburu dan meramu, walaupun banyak dari mereka sekarang telah memiliki lahan karet dan pertanian lainnya.
Kehidupan mereka sangat mengenaskan seiring dengan hilangnya sumber daya hutan yang ada di Jambi dan Sumatra Selatan, dan proses-proses marginalisasi yang dilakukan oleh pemerintah dan suku bangsa dominan (Orang Melayu) yang ada di Jambi dan Sumatra Selatan.
Mayoritas suku kubu menganut kepercayaan animisme, tetapi ada juga beberapa puluh keluarga suku kubu yang pindah ke agama Islam

TARI TARIAN DAERAH JAMBI


TARI  INAI
Tari Inai, adalah sebuah tarian sakral yang dilakukan pada saat pelaksanaan upacara adat pengantin etnis melayu timur yang berada di tanjung Jabung Timur yang disebut Malam Tari Inai.

Tari Inai ditarikan oleh 5 atau 7 pasang penari yang tampil secara bergiliran dengan menggunakan property kembang lilin. 5 atau 7 pasang penari tersebut masing-masing menggambarkan tokoh-tokoh nenek moyang masyarakat Melayu Timur yang terdapat di Tanjung Jabung Timur, yaitu Hang Tuah, Hang Jebat, Hang Lekir atau Lekiu, Hang Kasturi, Dewa Safri, Dandan Setia dan Sidang Budiman sebagai tokoh yang diwakili oleh penari pria. Sedangkan penari wanita mewakili tokoh Putri Siti Zubaidah, Putri Suri Maknikam, Putri Intan Baiduri, Putri Intan Terpilih, Putri Intan Gemale, Putri Intan Teserlah dan Putri Begubang.

Gerakan tari inai umumnya menggunakan gerakan-gerakan silat dengan iringan musik Kelintang Perunggu, Gendang dan Gong.
(Ditulis Oleh Herman)



TARI TAUH (RANTAU PANDAN)

TAUH, adalah suatu tari yang menggambarkan tentang pergaulan/hubungan muda mudi (Bujang Gadis) pada zaman dahulu sampai sekarang yang diwariskan secara turun temurun. Sampai sekarang masyarakat tidak mengetahui secara pasti pencipta Tari Tauh yang telah mengakar ditengah-tengah masyarakat Rantau Pandan tempat dimana penelitian ini dilakukan. Pada saat sekarang, Tari Tauh sangat populer di Kabupaten Bungo sebagai tari tradisional vang. sangat disukai oleh masyarakat. Tari Tauh biasanya ditarikan ketika menyambut Rajo, Berelek Gedang, dan ketika Beselang Gedang (gotong royong menuai padi).

Jumlah penari Tauh adalah 8 orang (4 wanita dan 4 laki-laki) dan termasuk jenis tari tradisi kerakyatan dengan lama pementasan tergantung kondisi sesuai panjang pantun dan kesanggupan penari dan tidak jarang dari senja hari sampai pagi hari. Adapun musik pengiring ialah Kelintang Kayu, Gong, Gendang dan Biola, kostum yang dipakai adalah pakaian Melayu. Pada saat sekarang Tari Tauh sering ditampilkan pada acara resmi yang diadakan Pemerintah kecamatan/kabupaten dan juga pada acara pernikahan. Sedangkan lagu yang mengiringi Tari Tauh adalah Krinok dan pantun-pantun anak Muda.

Fungsi Tari Tauh adalah untuk pergaulan antara muda mudi, dan hiburan bagi masyarakat umum.


TARI NITI MAHLIGAI

Niti Mahligai, ditata oleh Epa Bramanti Putra yang diadaptasi dari sebuah upacara tradisional masyarakat Kerinci,  Niti Naik Mahligai.

Niti Naik Mahligai  adalah sebuah upacara yang dulu dilakukan untuk memilih pemimpin di kerajaan yang terdapat di Bukit Kaco, batas antara Kerinci dan Bungo.
Menurut penuturan Epa Bramanti Putra sebagai keturunan langsung Ratu Kerajaan Bukit Kaco, seseorang akan diangkat sebagai apabila sang calon telah melewati beberapa tahap seleksi yang  terdiri ;
-          meniti pecahan kaca
-          meniti berbagai macam duri tumbuhan
-          meniti bara api
-          meniti bambu runcing
-          meniti/masuk ke dalam api besar
-          meniti tanggu berayun
-          duduk di daun nyiru/awing-awang
Prosesi inilah yang diadaptasi menjadi sebuah seni pertunjukan. Tidak heran apabila pertunjukan tari Niti Mahligai sarat dengan nuansa magis.

Alat musik yang digunakan adalah Gendang Dap diiringi dengan lantunan ‘Nyahu’ (vocal) sang pawang, sedangkan penari bergerak mengikuti irama musik dengan gerakan tari Aseik

TARI SEKATO

SEKATO, merupakan sebuah karya tari baru yang berangkat dari ragam gerak dasar tari daerah Jambi. Kehadiran tari Sekato ini merupakan suatu jalan dalam upaya untuk menambah perbendaharaan tari daerah Jambi.

Tari ini adalah hasil dari kegiatan pengolahan tari yang dilaksanakan pada tahun 1992. Tari ini ditata oleh Sri Purnama Syam. Dalam penampilannya dibawakan oleh 8 penari yang terdiri dari 4 orang penari putra dan 4 orang penari putri. Tari ini menggunakan properti Kipas dan Payung dimana peggunaan Kipas dan Payung selain sebagai penghias juga mengandung arti untuk senjata dan perlindungan diri. Beberapa ragam gerak yang dominan dalam tari ini antara lain adalah gerak lenggang, langkah tigo, langkah tak jadi, buka ayun kipas.

Tari ini telah dipentaskan di Taman Budaya Provinsi Jambi. Tari ini menggambarkan pasangan muda-­mudi yang sedang memadu kasih, mereka bergembira bersama dan menari sebagai ungkapan dari rasa kebersamaan. Musik pengiring tari Sekato ditata oleh Azhar. MJ dan Heri Suroso, menggunakan alat instrumen : gendang melayu, suling, rebana kecil, gong, beduk, kelintang perunggu. Sedangkan untuk Kostum penari adalah baju gunting limo, celana panjang, kain samping, desta, baju kurung, celana panjang, teratai dan kain samping.


TARI LIANG ASAK



LIANG ASAK, adalah sebuah tari tradisional yang berasal dari Sarolangun Kabupaten Sarolangun. Tema tari ini diangkat dari kebiasaan masyarakat setempat pada saat menugal, menanam padi di sawah yang dilakukan oleh bujang gadis. Kebiasaan ini dilakukan secara turun termurun dari nenek moyangnya.

Menurut masyarakat setempat, yang dimaksud dengan liang asak adalah lobang-lobang kecil akibat ditugal sebagai tempat penaburan benih. Karena tari ini menggambarkan proses menugal dan menanam padi, maka judulnya diangkat dari salah satu hasil proses menugal. Tari liang asak ini ditata dan dikembangkan oleh Elmawati dan Ali Tayib.
Dipentaskan dalam bentuk berpasangan yaitu putra dan putri. Jumlah penari yang menarikan berkisar antara tiga sampai dengan lima pasang penari.

Gerak tari yang digunakan adalah langkah tak jadi, stap, zig-zag, tudung awan dan nyilau, Gerak-gerak tersebut menggambarkan bagaimana proses menugal dan menanam padi sambil bersendagurau bersama pasangannya. Sang putra menugal sedangkan putri menabur benih.
Kostum yang digunakan penari putri adalah baju kurung, kain sarung dan topi penutup kepala. Sedangkan penari putra menggunakan busana baju teluk bLango dan topi.

Alat musik yang digunakan dalam mengiringi tari liang asak adalah gendang, biola, accordion dan gong, di samping itu juga diiringi vokal. Waktu pelaksanaan pementasan bebas kapan saja mau dilaksanakan, begitu juga tempat pertuniukkannya. Lama pementasan tari sekitar 5 menit.


TARI ELANG MENGIPEH


Tari Elang Mengipeh, adalah sebuah karya tari baru hasil dari kegiatan pengolahan yang diangkat dari tari tradisi Klik Elang. Beberapa gerak Tari Klik Elang yang dianggap spesifik tetap  dipertahankan. Pengembangan gerak yang dilakukan tetap mengacu pada gerak tari daerah Jambi sebagai dasar pengolahan, sehingga pada akhirnya terbentuk sebuah karya tari baru dengan tidak menghilangkan nilai kedaerahan dan mana tari itu berasal.

Garapan Tari Elang Mengipeh ini adalah sebuah tari bertema yang berbentuk tari kelompok dan dalam penampilannya didukung oleh 3 orang penari putri. Dalam tari Elang Mengipeh ini menggunakan property selendang dan kipas, selendang melambangkan kepak atau sayap dari burung elang sedangkan kipas melambangkan kuku-kuku burung tersebut. Sehingga kesan yang ingin ditampilkan adalah kelembutan di balik keperkasaan burung elang. Sedangkan durasi penampilan adalah 7 menit. Untuk keutuhan garapan Tari Elang Mengipeh menggunakan perpindah - an pola lantai. Hal ini diantisipasi agar tidak terjadi kemonotonan dalam garapan, sekaligus menghadirkan nilai estetis tersendiri. Sedangkan untuk musik pengiring tarinya menggunakan gendang, kelintang perunggu, gong, akordion, biola dan beduk.
Elang Mengipeh ditata oleh Sri Purnama Syam, sedang musik ditata oleh Syamsuri.



TARI LENGGANG KIPAS LAYANG

LENGGANG KIPAS LAYANG, adalah sebuah karya tari baru yang berasal dan hasil kegiatan pengolahan tari. Tari ini berawal dari tari tradisi yang berasal dan daerah Tk. II Merangin vaitu tari Kecimpung Ambai. Beberapa gerak tari Kecimpung Ambai yang ada dan mempunyai nilai khas diangkat dan dikembangkan. kemudian gerak-gerak tersebut dikemas sehingga terbentuk suatu gerak baru yang pada akhirnya  menjadi sebuah tari baru.

Tari Lenggang Kipas Layang menceritakan tentang kegembiraan muda-mudi setelah lelah bekerja, mereka bermain, bersendagurau dengan riangnya.
Dalam penampilannya Tari Lenggang Kipas Layang di tarikan oleh 6 orang penari putri dengan menggunakan kipas sebagai propertinya, dimana fungsi kipas itu selain sebagai hiasan Juga berfungsi sebagai perisai diri.

Tari ini ditata oleh Sri Purnama Syam dan musik pengiringnya ditata oleh Heri Suroso. Tari ini telah dipentaskan di Taman Budaya Provinsi Jambi pada tanggal Februari 1998 serta dipentaskan di Taman Budaya Provinsi Bengkulu.